Oleh : Nurul Istiqomah Dear, Abrian… Maaf, jika aku terlalu pecundang untuk menjadi berani mengatakan semua hal yang kurasa sudah mulai banyak yang berubah darimu. Aku terbangun pada dini hariku, tak kujumpai ada pesan singkatmu. Aku bersabar… Ah, mungkin nanti pagi, pikirku. Aku menjalani hariku dengan begitu semangat, sesekali aku memeriksa ponsel belum juga ada kabarmu. Aku bersabar… Ah, mungkin nanti malam, kalau kau sudah tak sibuk. Senja tergurat di cakrawala, resahku semakin terpahat dengan sempurna. Senja hanya akan membuatku semakin menungguimu. Semakin mudah untukku menyelesaikan bait melankolisku. Hingga sajakku berakhir, sekedar untuk menanyakan ceriakah hariku darimu pun tak ku dapati. Lagi, aku menutup hariku dengan secangkir teh yang memaksaku untuk menelan kekecewaan. Begitu setiap hari. Jika menjalin percakapan kecil tanpa arah hanya akan membuat perdebatan-perdebatan, maka kupastikan kau tak ...