Langsung ke konten utama

Cloudy Stars

Seperti biasanya, seperti malam-malam sebelumnya. Aku selalu keluar dari tempatku beristirahat hanya untuk menyapa bintang. Aku merasa bahagia menatap langit pukul 11. Setiap malam selalu ku ulangi, hingga menjadi kebiasaan yang sulit untuk kuhindari. Biasanya akan ku jumpai taburan bintang yang cahayanya berpendar-pendar. Namun, tidak untuk malam ini. Ini tak sempurna tanpanya.




Rupanya karena awanlah, aku tak dapat berjumpa dengannya lagi. Aku merasa sebal dengan awan. Hasratku terhambat karenanya. Kini gumpalan awan hitam yang menghiasi langit malam ini. Aku merutuknya dengan perasaan yang gelisah.

Aku tetap menengadahkan kepalaku dan terus mengamati. Aku baru menyadari bahwa gumpalan awan ini bergerak secara perlahan dan disaat yang bersamaan pula cahaya bulan dan bintang mencoba untuk menyelusup dari pori-pori yang ia sisakan. Entah, apakah hanya aku yang berpikir mengapa ini sangat indah? Aku menemukan kedamaian pada rasa yang baru. Ku sematkan doa, ku bisikkan harapan pada semesta.

Gumpalan awan hitam ini  terus bergerak. Berarak mengikuti gumpalan awan lain yang berada di depannya. Pada ekor gumpalan awan yang saling berarakan, hanya ku temui langit biru yang pekat. Kini mereka pergi, dan kemudian satu per satu cahaya bintang menampakkan pendar kemilaunya. Ini yang kutunggu sedari tadi. Namun, tahukah kau? Terbersit rasa sedikit kecewa atas sesuatu yang baru saja meninggalkanku.

Manusia… akankah mereka selalu seperti ini…?

Terkadang kita selalu merutuki sesuatu terlalu dini. Menyesali apa yang tak dapat kita miliki. Tanpa menyadari ada hal lain yang sebenarnya membuat hati dan perasaan kita menjadi lebih tenang apabila kita mau mencari. Hingga kita menyadari bahwa memang yang kita butuhkan belum tentu yang menjadi keinginan kita di awal waktu. Manusia mungkin dapat berubah setiap detik jika mereka mau.

“You’ll never know, if you never try”. Aku tak akan pernah tahu bahwa dibalik awan yang gelap ternyata ada keindahan yang menentramkan apabila aku tak pernah mencari, mengamati, dan merasakan. Dan setelah kau dapat menikmati apa yang baik untuk dirimu, percayalah bahwa cahaya bintang yang kau tunggu di awal waktu akan kembali dengan sebagaimana mestinya atas ijin pemiliknya. Cahaya itu menuntunmu pada tempat dimana semestinya kau harus berada. Percayalah.



(Repost: Surabaya, 6 Agustus 2014
Perindu awan yang baru saja pergi)

Source : Tumblr Nurul Isti

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Psikologi Kepribadian : Analisis Kasus I Berdasarkan Teori Psikodinamika, Behavioristik, dan Humanistik

TEORI KEPRIBADIAN ANALISIS KASUS I : NEIL & SANDY (Nurul Istiqomah – 1511505338) Kasus I :

BIRTHING STORY : Afra Kayyisa Ailani

Jum'at, 11 September 2020 Malam itu adalah jadwal kontrol dengan bidan kesayangan, Bu Ismijati. Seperti biasa, aku berangkat ke klinik dengan penuh semangat dan mood yang baik. Tapi, ternyata itu tidak bertahan lama sampai aku mendengar hasil pemeriksaan kandungan.

Mind Mapping Teori Belajar - Psikologi Pendidikan

           Padatnya mata kuliah yang butuh presentasi dalam proses pembelajarannya kadang bisa bikin jenuh lihat tampilan Power Point yang gitu - gitu aja. Apalagi kalau kita nggak punya skill desain grafis yang oke punya. Bosen kan pastinya? Dari keresahan ini, aku mulai berpikir gimana caranya agar presentasi nggak monoton gitu - gitu aja . Memang sih, yang paling utama dalam presentasi adalah pembawaan dari pemateri. Tapi, dengan tampilan yang catchy akan menimbulkan kesan pertama yang baik bagi audience. (Yah, sesuai sama konsepnya Guthrie lah yaaa hehe).           So, aku kepikiran buat presentasi pakai Mind Mapping --demi efisiensi waktu dan nggak makan tempat--. Tapi, kalau mind mapping ditulis tangan sama aja bohong sih.. Okay, dari sini aku mulai cari software aplikasi penyedia e-mind mapping. Beberapa software sudah terdownload kemudian time to make trial and error map!